Menurut kamus Wikipedia, merdeka atau kemerdekaan merupakan (kata benda) di mana sebuah negara meraih hak kendali penuh atas seluruh wilayah bagian negaranya. Atau keadaan di mana seseorang mendapatkan hak untuk mengendalikan dirinya sendiri tanpa campur tangan orang lain dan atau tidak bergantung pada orang lain lagi. Sinonim dari kemerdekaan adalah kebebasan yang berarti konsep dari filosofi politik dan mengenali kondisi dimana individu memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai dengan keinginannya.
Kemerdekaan merupakan sebuah tema kehidupan yang asasi di semua sisi kemanusiaan kita tak terkecuali, siapa saja, di mana saja, dan kapan saja. Kemerdekaan menjadi pondasi atas konsep-konsep filsafat dan ideologi berkehidupan, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, mulai dari berpikir sampai memutuskan dan bertidak atas manusia. Deklarasi kemerdekaan dilakukan melalui tindakan fisik, mental, dan spiritual seperti bersikap, berkehendak, berbicara, berpikir, berkumpul berserikat gaya hidup sampai dengan kemerdekaan berkeyakinan.
Hak asasi manusia (HAM), adalah satu bentuk pilihan tema yang paling krusial dan sensitif di sekitar kehidupan kita, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga Hak Asasi manusia menjadi headline utama dalam setiap konflik permasalahan di kehidupan ini, karena menyangkut titik harkat dan martabat setiap hak dan kewajiban serta kebebasan per individu. Yang berkembang kemudian adalah kemerdekaan yang berpijak pada intreprestasi -individualism. Disinlah kemudian muncul berbagai pemahaman dan pengertian yang memunculkan berbagai perhatian. empati, simpati juga antipati.

Tema-tema tentang gugatnya emansipasi wanita, keberadaaan wong cilik, kulit hitam-putih, perlindungan TKI dari sadisnya majikan sebrang negeri, anak-anak terlantar atau kaum dibawah garis kemiskinan dan berbagai golongan yang dianggap minoritas dan menuntut perhatian pemerintah atau orang lain lainnya. Ini adalah tema tema dasar dari konsep kemerdekaan yang sangat dasar atau yang tersebut HAM yang kami maksudkan. Tema ini seakan tak pernah habis menjadi berita dan perguncingan disetiap kita mengeja nafas. Tema yang sangat krusial dan menjadi tragadi jika kemudian tanpa perhatian negara sebagai induk yang ditangisi sebagai penjamin perlindungan kemerdekaan rakyatnya

Menilik beberapa kisah-kisah pembebasan atau tuntutan HAM seakan menjadi sebuah kisah yang tak pernah ada ujungnya, sebut saja gerakan ekspansi Barat yang berpijak pada catatan Columbus dan Amerigo Vespucci, membuat kemerdekaan penduduk asli benua Amerika (Indian) terampas. Bangsa Astec, Maya, dan Inca yang menjejakkan peradaban pertama di benua Amerika, meyakini bahwa Amerika adalah tanah leluhur mereka. Inlanders yang kemudian harus bersedia disebut sebagai Indian ini meyakini bahwa Amerika merupakan tanah air tempat kedaulatan atas segala hal yang menyangkut hidup dan mati mereka. Namun, dengan masuknya gelombang imigran dari daratan Eropa, hidup mereka tidak lagi mengabdi untuk mewujudkan harapan mereka dan melestarikan kebudayaan leluhur mereka, alih-alih mereka menjadi termarjinalkan.

Asumsi Eropasentris, bahwa penduduk kulit berwarna adalah komunitas yang tidak beradab dan kaum barbar, dijadikan sebagai senjata ampuh untuk menginjak-injak kemerdekaan mereka. Karya-karya sastra(wan) Native American seperti Almanac of the Dead-nya Leslie Marmon Silko, Power-nya Linda Hogan, dan Dark River-nya Louis Owens merekam jejak-jejak kelabu penindasan Klulit Putih kepada kaum Kulit Berwarna di negara penegak HAM tersebut.

Setelah tanah Amerika berkembang menjadi sebuah dream land, kisah-kisah tragis ketertindasan dan harapan akan kemerdekaan ditransformasikan kepada para imigran yang mengadu peruntungan di Amerika. Impian tentang kesejahteraan, kesetaraan, dan kesempurnaan hidup “mengundang” para imigran ke Amerika untuk bernondong-bondong membanjir dengan harapan besar perubahan nasib sosial. Kemudian, lahirlah generasi-generasi peranakan Afro-America, Hispanic-America, Asian-America, dll. Akan tetapi, realita berbicara sebaliknya, wacana etnosentris berkembang, kemerdekaan individu teraniaya dan diruntuhkan oleh justifikasi rasial.

Tentunya masih banyak lagi kisah panjang tentang kisah kisah serupa  yang pada dasarnya adalah membebaskan diri dari terbelitnya kebebasan dan kemerdekaan. Melalui para sastrawan dan budayawan. kita bisa melihat karya-karyanya yang sangat kental protes-protes soaial, kemerdekaan dan HAM, baik punjangga-pujangga klasik maupun pujangga baru angkatan 45 serta sastrawan modern seperti sekarang ini.
Masih hangat dalam bincang kita bagaimana para Tenaga Kerja Indonesia yang ada di Arab , Malayisa dan lain-lain dan menjadi bulan-bulanan oleh majikannya. Bentuk-bentuk pelanggaran HAM, mulai dari penggajian, penyiksaan sampai pelecehan seksual, sangat memerahkan telinga dan seakan mendidihkan darah atas ketidakmanusiaan yang terjadi. Pemerintah seakan tak punya taring dalam membela dan mengelola produk para TKI bernasib kurang baik, ini ditunjukkan dari berulangnya kejadian serupa yang dialami oleh para TKI.Tentu ini menjadi PR yang harus segera di selesaikan untuk melindungi kemerdekaan rakyat-rakyatnya dari belitan kekawatiran, dan pembebasan masalah perekonomian untuk selanjutnya.

Permasalahan ketenagakerjaan Indonesia luar negeri harus segera dibenahi infrastrukturnya, bukan masalah kecil jika kemudian gagalnya diplomasi dan jaminan pemerintah terhadap produk “TKI” ini tak dapat dikendalikan, pertumbuhan ekonomi positif 6-7% menjadi 7 keliling pusingnya pemerintah. Misal saja, terjadi deportasi besar-besaran atau putusnya hubungan pengiriman TKI, lalu mau di taruh dimana mereka,berapa kemudian pengangguran nsional meningkat tajam, sementara kebutuhan dan persiangan global pasar bebas terus bergulir. Jika negara lain sudah tempur dengan strategi investasi dan bisnisnya boleh jadi Indonesia masih sibuk mengurusi hasil deportasi atas kelalaian pemerintah itu sendiri.
Kembali ke kemerdekaan, penjajahan sekarang tentu tidak lagi adu tembak atau gerilya memanggul bambu runcing mengusir penjajah. Penjajahan jaman globalisasi kini lebih halus, terselubung melalui jalur ekonomi, investasi luar, diplomasi-diplomasi, produk-produk komoditi baik dalam bentuk food beverage maupun barang-barang, persaingan, pendidikan, budaya dan sebagainya. Sangat diperlukan orang-orang yang cepat tanggap untuk kepentingan jangka panjang dan bukan kepentingan pribadi pejabat berwenang. Kebobrogan alih alih mementingkan pribadi, lebih baik turunkan bendera setengah tiang dari sekarang untuk kemudian Neraka atau Mati. Butuh orang-orang pekerja keras, pimpinan sekaligus abdi untuk rakyat general, untuk selalu siaga dan berwawasan kebangsaan serta kerakyatan untuk mampu berjuang memenangi laju globalisasi, laju yang mengukur kesiapan ilmu dan teknologi, kedalaman analisa masa depan untuk hidup dan majunya Republik Indonesia dalam deretan terdepan negara besar. Barulah Bentangkan Merah Putih dan lantangkan kata MERDEKA!!!!!!!


Sumber : Berbagai Sumber